The Time

Selasa, 17 Juni 2014

Ramadhan yang Semakin Panas

Damai dan menentramkan. Itulah hal yang identik (dan diharapkan) dari bulan Ramadhan. Bulan kesembilan dalam urutan penanggalan hijriah ini memang spesial bagi umat Muslim. Ibadah puasa wajib dijalankan di bulan ini. Beramal kebaikan seolah jauh lebih ringan dari waktu-waktu lain. Masjid menjadi lebih semarak dan suasana Islami merebak, mulai dari pusat perbelanjaan hingga media elektronik.


Namun apakah suasana damai ayem tentrem ini bisa terealisasi di tahun ini? Memang ada apa?

Di tahun 1435 H atau yang bertepatan dengan tahun 2014 ini, ada dua buah peristiwa "panas" di Indonesia yang ada di sekitar dan bahkan saat Ramadhan. Pertama di bagian timur Pulau Jawa. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini berencana "menyambut" Ramadhan kali ini dengan penutupan Dolly, salah satu kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Rencana ini walaupun didukung oleh banyak sekali ormas Islam dan elemen masyarakat lain, pihak penentangnya juga tidaklah sedikit. Bahkan agaknya, sang wakil walikota juga kurang begitu jelas keberpihakannya. Tak kurang akal, pihak yang kontra menggelar "Pengajian Akbar Pro Rakyat" guna mempertahankan lokalisasi itu tetap utuh sebagaimana "fungsinya".

Kedua, ini terjadi di seluruh kawasan Nusantara. Pemilihan umum Presiden. Setelah periode lima tahun masa jabatan presiden mendekati akhir, proses suksesi gencar dilakukan guna mengusung RI1 yang baru. Namun entah, apakah saya yang kurang peka atau apa, Pilpres kali ini jauuh lebih panas dari tahun kemarin (tahun kemarin nggak ada pilpres dong, kan lima tahun sekali...). Daripada memperdebatkan visi dan misi kedua pasangan kandidat, sebagian masyarakat Indonesia lebih gemar menyuarakan hal-hal yang lebih "privasi" terkait cela tiap kandidat. Dari agama sampai keluarga, semua dikorek guna menjatuhkan lawan dan memenangkan jagoannya.

Di tengah panasnya keadaan di negeri zamrud khatulistiwa ini, Ramadhan menjadi momen yang dinanti untuk sekedar mendinginkan suasana (atau mungkin saya saja yang berharap demikian...?). Namun entah, 'kesejukan' Ramadhan pun juga mulai terkikis sejak dulu dari tahun ke tahun. Entah karena lawakan sahur yang minim hikmah, entah komersialisasi Ramadhan dengan diskon melimpah, entah karena... ah, sudahlah. Dalam keadaan demikian, jadi teringat sebuah petuah, 'Jangan mencela kegelapan, tapi nyalakan lilin.' Untuk apa menyalahkan suasana yang semakin panas jika kita yang sudah faham tidak bersegera mendinginkannya. Akhirnya, selamat menyambut Ramadhan yang damai dan sejuk di 'tahun panas'.

0 komentar:

Posting Komentar