The Time

Rabu, 04 Maret 2015

Pesan dari Kucing: Rezeki Itu Tak Ke Mana

"Rezeki itu tak ke mana"


Ungkapan yang pasti sering kita dengar. Ungkapan yang mengajarkan kita untuk berbaik sangka akan masa depan. Kira-kira begitulah.



Tapi di masa sekarang, agaknya orang-orang sedikit banyak meragukan makna dari ungkapan ini. Nyatanya, batas halal-haram mencari rezeki dilabrak begitu saja. Mungkin ada kekhawatiran kalau tidak akan mendapat jatah "rezeki" kalau hanya berkutat di ranah halal saja.

Terkait rezeki, saya jadi teringat peristiwa beberapa waktu yang telah lalu, saya lupa waktu pasnya. Ini tentang kucing saya. Mungkin bisa juga dikaitkan dengan ungkapan di atas, "rezeki itu tak ke mana".

Suatu hari, seekor kucing betina hitam datang di halaman samping rumah keluargaku. Untuk beberapa waktu kemudian, kucing itu sering sekali datang ke halaman samping kami. Kalian tahu kenapa? Ternyata dia punya tiga anak kucing yang disembunyikan di balik meja-meja tua kami yang ada di halaman samping,

Namun, nampaknya kucing-kucing ini masih takut dengan manusia. Saat ada kesempatan, mereka bermain di halaman. Saat salah seorang keluarga kami menengoknya, mereka bergegas bersembunyi di balik meja-meja tua itu. Saat ibu atau ayahku mengintip di meja-meja itu, mereka tak ada. Mereka bersembunyi dengan baik sekali. Kami pun hanya sebatas membicarakan kucing-kucing itu, karena memang kita tak bisa melihatnya dari dekat, terlebih saat ada induknya.

Dan kisah pun berlanjut...

Suatu hari, sang induk datang dengan keadaan yang menyedihkan. Sepertinya dia keracunan. Kami khawatir dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Tak lama berselang, sang induk menghilang. Kami menduga bahwa dia mati dalam sunyi di suatu tempat.

Setelah tak kunjung datang, tentu saja kami khawatir, terlebih ibuku. Kami mengkhawatirkan nasib ketiga anak kucing yang ada di halaman samping kami. Ibuku berinisiatif memberi makan, tapi mereka masih takut-takut. Oleh karenanya, ibuku menaruh makanan itu di dekat meja-meja tua itu dan pergi. Saat pergi, barulah kucing-kucing itu keluar dan memakannya.

Karena kami selalu memberi makan untuk seterusnya, akhirnya kucing-kucing kecil tersebut berani memberanikan diri. Bahkan lambat laun, mereka masuk ke rumah kami dan bermain tanpa rasa takut lagi. Kami pun memberikan nama. Kucing kecil dengan ekor panjang yang keliatan paling besar di antara saudaranya kami beri nama Miya. Kucing kecil hitam yang mirip induknya kami beri nama Miyo. Sekarang dipanggil Miko. Sedangkan kucing putih kecil yang terlihat paling kecil di antara yang lain kami panggil Miyi, tapi lambat laun dipanggil i'i.

Lambat laun ketiga kucing kami tumbuh besar. Hingga tibalah saatnya musim kawin. Miya melahirkan empat anak kucing. Tapi sungguh menyedihkan. Tiga di antaranya mati. Hanya satu yang tersisa. Seekor kucing yang adikku beri nama Kuki.

Tapi keanehan pun juga terlihat pada Kuki. Dia seolah tak punya mata. Beberapa keluargaku menduga bahwa ia buta, tapi aku hanya beranggapan bahwa memang matanya belum terbuka karena masih kecil.

Ternyata aku salah...

Kucing ini memang tak punya mata, Saat kelopaknya terbuka, tak ada isinya. Kosong. Aku belum pernah mendengar yang seperti sebelumnya. Aneh.

Kami sampai trenyuh melihatnya. Bagaimana dia mencari makan? Bagaimana dia hidup besok? Nyatanya saat berjalan, dia sering menabrak. Benar-benar miris.

Waktu terus berjalan dan ternyata kekhawatiran kami juga semakin berkurang. Perlahan, Kuki bisa berjalan tanpa menabrak lagi. Ibuku menduga bahwa Kuki merasakan angin untuk berjalan. Bahkan dia bisa berlari tanpa menabrak, bahkan bisa menangkap kupu-kupu. Subhanallah. Itu membuat kami senang,

Beberapa waktu kemudian, Miya mengandung lagi. Kali ini dia melahirkan empat kucing normal. Alhamdulillah. Keluarga kami bertambah lagi.

Dan kisah pun berlanjut...

Ada ungkapan lain bahwa sejarah akan terulang. Nampaknya itu benar. Kejadian yang menimpa induk Miya sekarang terjadi pada Miya sendiri. Dia keracunan.

Kami sekeluarga kembali panik. Kami sudah membuatkan susu untuk penawar racun, tapi agaknya tak banyak membantu. Miya mati. Kami sungguh sedih.

Tapi kesedihan kami bertambah saat melihat keempat anaknya. Dalam kasus terdahulu, kami hanya membuatkannya makanan saat sang induk pergi. Tapi kali ini tak bisa. Mengapa?

Karena mereka semua masih menyusu.

Benar-benar menyedihkan. Aku sampai berpikir kalau lebih baik mereka ikut mati saja. Bagaimana bisa empat ekor kucing kecil yang sedang menyusu ditinggal mati induknya? Apa masih ada harapan?

Tapi sekali lagi ibuku bergerak cepat. Beliau memberi mereka susu instan. Karena tak bisa makan, maka digunakanlah pipet untuk memberi mereka susu.

Sederhana kalau ditulis, tapi nyatanya tak sesederhana itu. Menyusui anak kucing tidak semudah yag dikira. Kadang cakar-cakar kecil mereka menggaruk-garuk tangan saat diangkat. Kadang saat salah satu kucing sedang diberi susu, yang lain datang mencakar-cakar kaki kami. Atau bahkan menumpahkan susu di dalam wadah. Di antara keluarga kami, hanya ibuku yang paling sabar untuk menangani masalah ini.

Walaupun begitu, perkembangan mereka tak begitu bagus. Berbeda saat diasuh induknya seniri. Mereka kurus dan terlihat menyedihkan. Tapi kami tetap memberi susu mereka dengan pipet sampai beberapa waktu.

Lambat laun mereka tumbuh besar. Akhirnya mereka bisa makan nasi. Itu sedikit melegakan. Sayangnya satu di antara mereka mati. Tapi yang lain bisa tumbuh besar. Alhamdulillah. Mereka bisa berlarian dan tumbuh dewasa. Tumbuh menjadi kucing-kucing yang lucu, yang menyemarakkan keluarga kami. Sering bikin repot, tapi sering pula membuat rindu.

Belajar dari kucing-kucingku. Saat induk mereka mati, kukira mereka tak akan hidup lama. Tapi nyatanya, Allah berkehendak lain. Seperti kata ungkapan di atas, "rezeki itu tak ke mana." Saat dikira sumber rezeki mereka sudah tiada, Allah membukakan pintu rezeki mereka dari arah yang tak disangka.

"Dan tiada suatu binatang melata di bumi, melainkan Allah-lah Yang memberi rezeki." {QS. Hud: 06}

1 komentar:

Posting Komentar