Tabligh
(mendakwahkan) risalah adalah wajib bagi Nabi. Karena itu Nabi mengirim surat
kepada raja-raja mengajak mereka masuk Islam. Salah
satu suratnya dikirim kepada Ebrewez, kaisar Persia. Pimpinan negara adikuasa
dan cucu mendiang kaisar Khosru I, yang dinobatkan jadi Kaisar baru pada tahun
590 M. Itupun gara-gara ayahnya kaisar Murmuza IV terbunuh. Dalam bukunya
Tarikh al-Muluk wa al-Umam, al-Tabari menceritakan bahwa Ebrewez tergolong raja
Persia yang paling kuat. Jajahan dan kekuasaannya paling luas.
Wilayah Kekaisaran Persia Terluas
Prestasinya tak tertandingi oleh kaisar sebelumnya. Karena itulah
ia digelari Ebrewez yang berarti si Perkasa. Dalam bahasa Arab disebut
al-Mudhaffar. Karena itu wajar jika ia dikenal suka menunjukkan kemewahan dan
kebesarannya, menimbun harta kekayaan dan perhiasan. Ketika ia memindahkan
singgasananya dari bangunan lama ke bangunan baru tahun 607-608 M harta yang
dipindahkan terhitung sebanyak 468 juta gantang emas. Pada tahun ke 13 dari
kekuasaannya kekayaannya mencapai 880 juta gantang emas.
Surat
Nabi yang singkat itu diantaranya berbunyi “Masuklah Islam agar anda selamat
dan jika anda menolak maka bagi anda dosa seluruh kaum Majusi”. Namun, ternyata
Ebrewez bukan penguasa yang bijak bestari. Bukan pula pemimpin yang adil dan
beradab. Ia begitu pongah bagai Fir’aun dan angkuh tak tersentuh. Yang pasti ia
tidak dapat hidayah. Dan benar, ketika cucu Anusyirwan itu menerima surat Nabi
ia sangat murka. Ebrewez serta merta merobek-robek surat dari Nabi itu. Dan
dengan pongahnya ia berkata,”Pantaskah orang itu menulis surat kepadaku
sedangkan ia adalah budakku?”
Namun,
setelah mendengar laporan ulah Ebrewez itu tidak sedikitpun memancing amarah
Nabi. Dengan tauhid dan tafwidh-nya yang kuat Nabi yakin dan pasrah. Hanya
Allah yang dapat memberi dan mencabut kekuasaan. Nabi membalas dengan doa
sederhana. Tanpa emosi dan rasa perkasa “Semoga Allah merobek-robek
kerajaannya” (Mazzaqa Allah mulukahu). Bagaimana caranya, digambarkan Nabi
begini, nanti, “Allah memberi kekuasaan pada putera kaisar Persia yang bernama
Syiraweh untuk mengalahkan dan membunuh ayahnya.” Nabi bukan futurologi, tapi
itulah Nabi. Doa dan gambaran Nabi benar terjadi. Pada tahun 628 M putera
Ebrewez yang bernama Qabaz yang digelari Syirawaih itu merebut kekuasaan dan
membunuh Kaisar Ebrewez, ayahnya sendiri. Qabaz pun kemudian berkuasa, tapi
tidak lebih dari empat bulan saja ia diturunkan.
Selanjutnya
kekaisaran Persia itu berganti-ganti hingga sepuluh kali dalam masa empat
tahun. Itulah kenyataan dari mazzaqa
Allah mulukahu. Allah benar-benar telah merobek-robek kekaisaran itu.
Selama itu kerajaan mengalami kekacauan dan huru-hara Akhirnya rakyat berhasil
mengangkat kaisar Yazdajir sebagai kaisar Persia terakhir dari keluarga
Sasaniah. Bagi yang berfikir sekuler, itu semua terjadi karena proses politik.
Tidak ada campur tangan Tuhan. Kaisar jatuh oleh rakyat, bukan dijatuhkan oleh
Tuhan. Tapi bagi Mu’min, itulah jawaban doa Nabi. Begitulah cara Allah memberi
dan mencabut kekuasaan.
Di
masa kekuasaan kaisar Yazdajir (sekitar tahun 637) inilah tentara Islam datang
ke Persia. Namun, kerajaan Persia yang telah berusia empat abad sudah seperti
kakek gaek yang ompong, lemah dan sakit-sakitan. Ketika kaum Muslimin datang,
dapat dikatakan tanpa perlawanan dan penduduknya masuk Islam dengan sukarela.
Kekaisaran itu benar-benar runtuh. Bahkan putera-puteri kaisar sangat berminat
menikah dengan bala tentara Islam, dan idolanya adalah Ali bin Abi Talib.
Keruntuhan kerajaan Persia persis seperti yang diramalkan Nabi delapan tahun
sebelum itu, “Jika kaisar Persia hancur tidak akan ada kaisar lagi sesudahnya.”
(Hadist Ibn Katsir, jld. 3)
Bukan Kolonialisasi tapi al-Fath
Namun,
Muslim tidak datang untuk melakukan invasi apalagi kolonialisasi. Kolonialisasi
atau eksploitasi bukan karakter Muslim dan peradaban Islam. Muslim tidak
memboyong kekayaan Persia ke jazirah Arab. Konsepnya adalah hijrah. Berpindah,
hidup, berkarya dan memakmurkan kawasan yang dituju lahir batin. Istilah yang
digunakan al-Qur’an bukan penaklukan tapi pembukaan atau kemenangan (al-Fath),
seperti fathu Makkah, fathu Andalus, fathu Misra dan sebagainya. Membuka,
membebaskan, menyelamatkan atau mengislamkan. Para ulama dan bala tentara
Muslim mengajari bangsa Persia al-Qur’an, Hadist, bahasa Arab dan pandangan
hidup Islam. Yang dahulu jahil menjadi alim, yang dulu tersesat mendapat
petunjuk, yang dulu miskin menjadi kaya dan makmur. Itulah rahmatan lil alamin.
Kepercayaan
Persia kuno yang mitologis dan animistis perlahan berganti dengan aqidah Islam
yang rasional. Adat istiadat berganti syariat. Tradisi kekuasaan, kemegahan,
dan kemewahan berganti tradisi ilmu. Mungkin bala tentara Islam, ulama dan
relawan Arab itu tahu sabda Nabi bahwa “andaikata ilmu itu berada di bintang
Suraya pasti akan dicapai oleh orang-orang Persia”. (Lihat Musnad Ahmad, jld
2).
Ternyata,
benar setelah ilmu-ilmu Islam yang tinggi itu dicapai dari kawasan ini lahir
ulama-ulama besar dalam sejarah Islam. Tradisi ilmu Islam telah melahirkan
ulama seperti al-Khawarizmi, Imam Bukhari, al-Isfahani, Fakhr al-Din al-Razi,
Ibn Sina, al-Ghazzali, Ibn Taymiyyah dsb. Dari sini pulalah lahir kekhalifahan
besar Islam, Abbasiyah yang bertahan selama 5 abad (750-1250), lebih lama dari
kekaisaran Persia.
Makam Imam Ghazali
Dalam
bacaan orang liberal dan pendukung keras HAM, masuknya umat Islam ke Persia
akan dianggap penindasan bangsa lain. Di nusantara mereka pernah menuduh Islam
sebagai agama pendatang. Padahal Muslim masuk ke nusantara mencerahkan
masyarakatnya yang dulu dihegemoni oleh mitologi menjadi teologi yang rasional.
Islam juga mempersatukan berbagai ras suku dan bahasa melalui persaudaraan
agama. Jika cara berfikir seperti ini diterapkan untuk semua bangsa di dunia,
Amerika juga harus dianggap pendatang dan penindas bangsa Indian, Israel
perampas tanah dan penindas bangsa Palestina. Australia penindas bangsa
Aborigin. Jadi, menghukumi masa lalu dengan aturan dan tertib masa kini adalah
naïf.
Membebaskan dan Menyelamatkan
Meski
umat Islam menduduki dan mengislamkan bangsa lain, mereka datang membawa
pandangan hidup yang mencerahkan, aqidah yang mencerdaskan, syariah yang
membebaskan dan ritual keagamaan yang memudahkan. Itulah arti mengislamkan yang
sesungguhnya. Bangsa ini berjasa pada umat manusia karena Islam. Dapat
berprestasi tinggi karena mereka menerima cara pandang Islam. Benarlah George F.
Kneller ketika mengatakan bahwa:
“ketika keluar dari jazirah Arab bala tentara Islam tidak membawa apa-apa kecuali al-Qur’an dan Hadits, tapi karena inner dynamic-nya, Islam menjadi cara pandang yang kelak memberi manfaat kepada umat manusia”. (George F Kneller, Science as a Human Endeavor, New York: Columbia University Press, 1978, hal. 3-4).
“ketika keluar dari jazirah Arab bala tentara Islam tidak membawa apa-apa kecuali al-Qur’an dan Hadits, tapi karena inner dynamic-nya, Islam menjadi cara pandang yang kelak memberi manfaat kepada umat manusia”. (George F Kneller, Science as a Human Endeavor, New York: Columbia University Press, 1978, hal. 3-4).
Jadi,
Islamisasi adalah membebaskan dan sekaligus menyelamatkan manusia dari cengkeraman
cara pandang yang tidak sesuai dengan fitrahnya.
Ditulis oleh:
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi dengan penyesuaian dari redaksi
0 komentar:
Posting Komentar